Sabtu, 15 Maret 2014

cerpen



Sepenggal rinduku
[ibu]
18.57/27.12.13
Ifs

             Dalam perjalananku menyampaikan hasrat rindu yang menggebu dalam qalbu, percepat langkahku untuk segera bertemu denganmu ibu. Alih-alih berjalan aku menoleh ke kanan karena ruangan persalinan itu hanya pada sisi kanan. Hilir mudik orang bergantian kesana kemari melambat, percepat, berlari, senyum menatap dalam arti menyapa, melirik, suara riuh anak-anak balita penuh ceria ”yeahh…prok…,ehem.. tangis...ketawa.....dengkuran....” banyak suara mereka yang abstrak aku dengar. Serambi terus berjalan sambil bercengkerama dalam alunan langkah kaki berdialog dengannya seseorang yang telah mengorbankan waktunya untuk menjemput aku dari perjalanan lamaku dari timur menuju barat di penantian tempat berhentinya bus-bus besar itu. “ ojek mbak”? tawar tukang ojek padaku di penantian tadi. menggeleng, sambil berkata “ maaf, tidak pak. Sudah dijemput kok”. Mengangguk ngerti kemudian dia bertanya “rumahnya mana mbak? Dari mana?” Tanya bapak tukang ojek itu. “ dari Surabaya mau pulang ke sukodono, pak” jawabku. “emm…sukodononya mana mbak”? timbalnya untukku, “ baleharjo”. “ jauh mbak,.. di tunggu disana aja mbak biar gak kehujanan bisa duduk juga” kata bapak tukang ojek sambil menunjuk sebuah pos tempat menunggu. Aku mengangguk dengan mencoba menyapu maksud tempat yang ditunjuk bapak tukang ojek tadi. aku berjalan menuju tempat yang di tunjukan bapak tadi, sesekali memainkan program pesan yang terdapat dalam ponselku, mencoba memberi tahu dimana posisiku menunggu. Berdiri, lihat ponsel, duduk, mata sesekali menyapu tiap pojok dalam daerah itu. “ mana sih” Tanyaku dalam hati dengan melihat-lihat ke penjuru ruang. Mencari seseorang yang menjemputku. Lagi-lagi aku berdiri, berjalan, melihat kedepan juga kebelakang melihat[c1]  kabar dari ponsel bututku yang sering lama mati daripada hidupnya(huhhhfftt…). “ belum datang” desahku dalam hati. kala aku bertahan dalam tempat berdiriku, tiba-tiba sosok lelaki tua dengan mengendarai sepeda bebek merah “dud..dud..dud..dud..dudd “ dia datang dengan mata yang juga melihat-lihat, melongok. Ketika empat mata telah bertabrak dalam satu pandang. Aku mengerti bahwa memang benar dia yang menjemputku. Dia senyum kepadaku, yang tersirat perasaan lega karena telah menemukan ku tanpa harus mencari dulu, begitupun aku yang tak harus lama menunggu. Aku mendekat kepadanya kucium punggung tangannya yang mulai kendor.
“ pakde mau keblabasan ndug, meh sak kilometer kayak e” ungkapnya padaku.
Terkejut aku “ loh...kok bisa low de”.
“ lha, pakde wes suwe ra neng terminal (pilangsari, sragen) wes tuwek yo’an dadi wes lali.” Jelasnya padaku, aku hanya mengangguk mengerti. Perjalananku menuju rumah sakit terasa lama tak sampai-sampai. Dan ternyata benar pakde sudah pikun, sampai-sampai lupa jalan menuju ke rumah sakit. Tepat di perempatan lalu lintas jl raya sukowati, sragen
“ kalau lurus ke pasar bunder, de. Terus ntar belok kanan, kanan lagi sampai di alun-alun masih belok kanan, masuk ke jalan raya sukowati terus lurus,  rumah sakit ada di sisi kanan jalan 70 meter dari alun-alun.” Jelasku mencoba untuk memberi keterangan pada pakde.
Pakde lali egh ndug”
“hanya senyum aku pun membalas J”. 
 jless.....jess...deg..edeg..edeg...edeg…edge….suara sepeda bebek merah sudah berhenti didalam parkiran rumah sakit. Aku turun seketika merapikan bajuku, “ ayok”, ajak pakde mengajaku berjalan menuju ruang persalinan. Aku hanya diam namun langsung mengikuti langkahnya yang lebih dulu berjalan didepanku.” Kok sepi ya de”,
“ sepi, piye sih ndug. Rame kok, neng gone wong lahiran rame banget, akeh seng lagi do lahiran” belanya.
Aku dan pakde terus berjalan, sesekali menengok kedalam ruangan mencari orang yang kutuju. Kembali menatap kedepan dengan sesekali terus menengok di setiap ruang yang telah dilewati. “ mbak ikaa,” seru seorang anak balita memanggilku. Aku yang masih menengok langsung mengalihkan pandanganku mencari sumber suara. Seorang anak kecil berumur 4 tahun dengan rambut merah yang kurang indah untuk kulitnya yang sedikit gelap,  berlari senyum padaku memelukku. Aku menjatuhkan tubuh menyepadankan tinggi badanku dengan anak tersebut, kucium anak tersebut sambil berkata “ uvhi” aku senyum bahagia dibalas senyum sedikit tawa renyah dari anak itu. Pandangan mata yang asing menatapku
“ lha iki sopo ?” Tanya seorang wanita paruh baya dengan tetap menatapku. Aku raih tangannya dan bersalaman dengannya sambil senyum.
“ iku anak.e arif seng bareb seng kuliah neng Surabaya nok mbah.” Jawab budeku dari dalam ruang persalinan itu.
“wehhh....lha kok wes gedhe ayu men“ balas ibu tua tadi
“Dalam cengkerama maya aku bertegur sapa
meski hanya membayang muka
aku tetap menyapa
aku menikmati indahnya
bayang-bayang yang aku sapa
siapa saja yang aku sapa
dan menyapa”

Gambaran terlalu senangnya anak itu Perasaan haru bercampur bangga, yang penuh ketidak jelasan. kemudian aku lepaskan pelukkannya dari badanku, aku kembali berdiri dan menengok kesebelah sisi kananku. Sesosok wanita duduk bersimpu di lantai rumah sakit yang juga sedang menatapku jauh. Aku berjalan menghampirinya dengan wajah senyum bahagia, kuraih tangannya dan ku cium punggung tangannya yang cokelat serta telapak yang kasar. “ ibu” ucapku sambil memeluk tubuhnya yang sedikit kurus dari sebelumnya. Ibu tersenyum bangga, aku beralih pada sosok lelaki yang duduk diseberang, kulakukan hal yang sama pada lelaki itu aku cium punggung tangannya aku peluk dan kemudian aku cium pipinya yang mulai kempot. Rambut yang mulai memutih kini semakin terlihat jelas dikepalanya kulitnya yang menghitam karena sengatan sang mentari, kini semakin legam  “bapak”. Bapakku yang sudah semakin tua meski baru berumur 46 tahun dan ibu yang berumur 40 tahun. Dua perisai dalam hidupku yang selalu memberikan semangat untuk anaknya yang sedang belajar di Negara orang. ‘ mau pulang kok ndak bilang dulu sih ndug’ kata ibu “J” aku hanya tersenyum “ sebenarnya aku gak mau ngabari dulu bu, biar surprise gitu” tukasku dengan ketawa kecil. Di ikuti ketawa kecil ibu dan juga bapak . kemudian aku salami semua orang yang ada dirumah sakit itu budeku, ommku, juga tanteku yang masih terbaring lemah diatas kasur rumah sakit.
 “ cewek apa cowok te,?”
“ cewek”
‘ wah…tiga cewek semua’ tante hanya senyum.
“ lha vika mana kok ndak ada”
‘vika neng omah karo mbak anis “ sahut budekku.
” Lho, gak ikut kesini gak nangis ta ngko de” ucapku
” gak, wes karo mbak-mbak ew kok”.
uvhi asyik dengan aktivitasnya sendiri sebagai anak-anak berlari kesana kesini. Sesekali uvhi mendekat bersandar manja padaku “ uvhi sak iki kok duwur wes gak gendut” tanyaku dengan manja
“ lak…lak …lak aku sak iki wes gedhe, yo terus duwur” jawabnya dengan nada polos anak-anak.
“ emm…uvhi kok gak sekolah? “
 “ yo..preii nuw”
‘ow…prei ta. Lha mbak tina endi ?”
‘ mbak tina yo nang omah nuw’ . percakapan singkat dengan adikku yang masih paud. Uvhi kembali berlari-lari keluar. Kembali pada ibu dan bapak, “ lha po libur ko manthuk kie ?”
“sebenarnya ga libur sih bu, Cuma udah gak ada kuliah terus ini juga udah minggu tenang mau ujian semester jadi ya pulang aja” jawabku.
“ lha ujian kok malah manthuk apa gak sinau”
“Ya, belajar dong. Cuma di Surabaya gak ada orang, anak-anak juga pada pulang kampung semua lumayan kan liburan dua minggu dirumah. Daripada di sana gak ada temenya “
“Iki low ka disambi “ sela budeku menawari kudapan ‘ inggih de’ jawabku.
 “ lha mbak siti lah neng rumah sakit wes kaet kapan de”? tanyaku
‘wes kaet winginane ka,”
‘emm….lumayan wes suwe ya de”
Uvhi kembali masuk dengan keceriaannya, bersandar manja lagi kepadaku, “ uvhi purun?” aku sodori roti yang disuguhkan bude tadi. “geleng-geleng’ uvhi.
“ ngko nak wes gak kesel dang manthuk ae” bisik ibu padaku.
“inggih bu” jawabku.
 ‘ tina kie neng omah yo ra ngerti nk mbak ika manthuk dino iki, tina yo lagi diklat osis smp di kedung ombo wes rong dino. Iki ya wes wayahe mulih tak kon jemput mas herman.” Jelas ibu
“Emm…”
Bapak berjalan keluar menuju kamar mandi di susul om yang juga keluar ruangan. Sesaat kemudian terdengar suara ponsel berdering “ kring...kring....kring...kring...”
‘hallo’ sapa tante, terdengar suara lelaki tua di seberang
“ iki, bapak lor “ tante mengernyitkan alisnya kemudian ditutuplah telefon itu.
‘ sopo?’ tanya budeku dengan penuh harap.
‘ loh bapak kok telfon emange neng endi buk” tante kembali tanya pada budeku. Bude berlari keluar sambil sekilas berkata
” tak golek iw pakmu, ko nak telfon keluarga seng nang karanganyar’.
.    Sesaat setelah bude keluar ruang datanglah seorang perempuan menjumpai tante.” Teman tante” tebakku dalam hati sambil menikmati kudapan yang disediakan sejak tadi.
“Mbk, temennya siti ya” sapa ibuku pada perempuan itu.
“ iya” perempuan itu menjawab sambil memberikan senyuman.
“ gak kerja to mbak?” Tanya ibuku lagi
“ sudah pulang buk ini.”
Beberapa saat kemudian budeku masuk ruangan lagi, “ loh ada tamu ta , monggo mbak” sapa budeku pada perempuan tadi “ senyum dengan menganggukan kepalanya”. Kemudian uvhi masuk ruang “ uvhi, bapak neng endi ayo diajak manthuk” pintaku pada uvhi adikku.
“bapak neng kono” sambil uvhi menunjuk kearah luar ruangan
“ayo, ndang digolekki ajak mantuk” mengangguk seketika berlari keluar
Beberapa saat kemudian aku dan ibu berpamitan pulang pada bude dan juga tante serta perempuan tadi. “ de, aku pulang dulu keburu hujan “ izinku sambil bersalaman dengannya. “ iya, hati-hati ya ndug” aku mengangguk. Aku dan ibu juga adikku uvhi keluar ruangan menuju parkiran rumah sakit. Lagi-lagi aku pulang bersama pakde sedangkan ibu berboncengan dengan bapak. Pakde yang sudah tua berjalan dengan kecepatan sedang, sedangkan bapak sudah melaju kencang didepan sana. Setiba sampai di pertigaan jalan, lagi-lagi pakde lupa arah “hadehhhh” keluhku dalam hati namun juga tertawa. “pakde bener-bener sudah pikun.” Ketusku dalam hati lagi.
Liburan minggu tenang ini memang aku manfaatkan untuk pulang kerumah tercinta. Sejalan adikku juga pada liburan jadi biar bisa kumpul semua. Dua mingu liburan telah aku lalui bersama mereka my family, tiba saatnya untukku kembali pada pekerjaanku yah….pekerjaan sebagai mahasiswi. Pagi hari sebelum pemberangkatan, aku berpamitan terlebih dulu pada ibu,karena beliau keburu berangkat kerja. “ ku raih tangannya lalu kucium kedua pipinya” ibu menangis memberatkan kepergianku rasa rindu itu serasa masih membeku .
:0 J :D J :* J

 [c1]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar