Sepenggal rinduku
[ibu]
18.57/27.12.13
Ifs
Dalam
perjalananku menyampaikan hasrat rindu yang menggebu dalam qalbu, percepat
langkahku untuk segera bertemu denganmu ibu. Alih-alih berjalan aku menoleh ke
kanan karena ruangan persalinan itu hanya pada sisi kanan. Hilir mudik orang
bergantian kesana kemari melambat, percepat, berlari, senyum menatap dalam arti menyapa, melirik,
suara riuh anak-anak balita penuh ceria ”yeahh…prok…,ehem..
tangis...ketawa.....dengkuran....” banyak suara mereka yang abstrak aku dengar. Serambi
terus berjalan sambil bercengkerama dalam alunan langkah kaki berdialog
dengannya seseorang yang telah mengorbankan waktunya untuk menjemput aku dari
perjalanan lamaku dari timur menuju barat di penantian tempat berhentinya
bus-bus besar itu. “ ojek mbak”? tawar tukang ojek padaku di penantian tadi.
menggeleng, sambil berkata “ maaf, tidak pak. Sudah dijemput kok”. Mengangguk
ngerti kemudian dia bertanya “rumahnya mana mbak? Dari mana?” Tanya bapak
tukang ojek itu. “ dari Surabaya mau pulang ke sukodono, pak” jawabku.
“emm…sukodononya mana mbak”? timbalnya untukku, “ baleharjo”. “ jauh mbak,.. di
tunggu disana aja mbak biar gak kehujanan bisa duduk juga” kata bapak tukang
ojek sambil menunjuk sebuah pos tempat menunggu. Aku mengangguk dengan mencoba
menyapu maksud tempat yang ditunjuk bapak tukang ojek tadi. aku berjalan menuju
tempat yang di tunjukan bapak tadi, sesekali memainkan program pesan yang terdapat dalam ponselku, mencoba memberi tahu dimana posisiku menunggu. Berdiri, lihat ponsel,
duduk, mata sesekali menyapu tiap pojok dalam daerah itu. “ mana sih” Tanyaku
dalam hati dengan melihat-lihat ke penjuru ruang. Mencari seseorang yang
menjemputku. Lagi-lagi aku berdiri, berjalan, melihat kedepan juga kebelakang melihat[c1] kabar dari ponsel bututku yang
sering lama mati daripada hidupnya(huhhhfftt…). “ belum datang” desahku dalam hati. kala aku
bertahan dalam tempat berdiriku, tiba-tiba sosok lelaki tua dengan mengendarai
sepeda bebek merah “dud..dud..dud..dud..dudd “ dia datang dengan mata yang juga
melihat-lihat, melongok. Ketika empat mata telah bertabrak dalam satu pandang.
Aku mengerti bahwa memang benar dia yang menjemputku. Dia senyum kepadaku, yang
tersirat perasaan lega karena telah menemukan ku tanpa harus mencari dulu,
begitupun aku yang tak harus lama menunggu. Aku mendekat kepadanya kucium punggung tangannya yang mulai kendor.
“ pakde mau keblabasan ndug, meh
sak kilometer kayak e” ungkapnya padaku.
Terkejut
aku “ loh...kok bisa low de”.
“ lha,
pakde wes suwe ra neng terminal (pilangsari, sragen) wes tuwek yo’an dadi wes lali.” Jelasnya
padaku, aku hanya mengangguk mengerti. Perjalananku menuju rumah sakit terasa lama tak
sampai-sampai. Dan ternyata benar pakde sudah pikun, sampai-sampai lupa jalan
menuju ke rumah sakit. Tepat di perempatan lalu lintas jl raya sukowati, sragen
“ kalau
lurus ke pasar bunder, de. Terus ntar belok kanan, kanan lagi sampai di
alun-alun masih belok kanan, masuk ke jalan raya sukowati terus lurus, rumah sakit ada di sisi kanan jalan 70 meter
dari alun-alun.” Jelasku mencoba untuk memberi keterangan pada pakde.
“Pakde lali egh ndug”
“hanya senyum aku pun membalas J”.
“ jless.....jess...deg..edeg..edeg...edeg…edge….suara
sepeda bebek merah sudah berhenti didalam parkiran rumah sakit. Aku turun
seketika merapikan bajuku, “ ayok”, ajak pakde mengajaku berjalan menuju ruang
persalinan. Aku hanya diam namun langsung mengikuti langkahnya yang lebih dulu
berjalan didepanku.” Kok sepi ya de”,
“ sepi,
piye sih ndug. Rame kok, neng gone wong lahiran rame banget, akeh seng lagi do
lahiran” belanya.
Aku dan
pakde terus berjalan, sesekali menengok kedalam ruangan mencari orang yang kutuju.
Kembali menatap kedepan dengan sesekali terus menengok di setiap ruang yang telah
dilewati. “ mbak ikaa,” seru seorang anak balita memanggilku. Aku yang masih menengok
langsung mengalihkan pandanganku mencari sumber suara. Seorang anak kecil
berumur 4 tahun dengan rambut merah yang kurang indah untuk kulitnya yang
sedikit gelap, berlari senyum padaku
memelukku. Aku
menjatuhkan tubuh menyepadankan tinggi badanku dengan anak tersebut, kucium anak
tersebut sambil berkata “ uvhi” aku senyum bahagia dibalas senyum sedikit tawa
renyah dari anak itu. Pandangan mata yang asing menatapku
“ lha iki sopo ?” Tanya seorang
wanita paruh baya dengan tetap menatapku. Aku raih tangannya dan bersalaman
dengannya sambil senyum.
“ iku anak.e arif
seng bareb seng kuliah neng Surabaya nok mbah.” Jawab budeku dari dalam ruang
persalinan itu.
“wehhh....lha
kok wes gedhe ayu men“ balas ibu tua tadi
“Dalam cengkerama maya aku bertegur sapa
meski hanya membayang muka
aku tetap menyapa
aku menikmati indahnya
bayang-bayang yang aku sapa
siapa saja yang aku sapa
dan menyapa”
meski hanya membayang muka
aku tetap menyapa
aku menikmati indahnya
bayang-bayang yang aku sapa
siapa saja yang aku sapa
dan menyapa”
Gambaran terlalu senangnya anak
itu Perasaan haru bercampur bangga, yang penuh ketidak jelasan. kemudian aku
lepaskan pelukkannya dari badanku, aku kembali berdiri dan menengok kesebelah sisi
kananku. Sesosok wanita duduk bersimpu di lantai rumah sakit yang juga sedang
menatapku jauh. Aku berjalan menghampirinya dengan wajah senyum bahagia, kuraih
tangannya dan ku cium punggung tangannya yang cokelat serta telapak yang kasar.
“ ibu” ucapku sambil memeluk tubuhnya yang sedikit kurus dari sebelumnya. Ibu
tersenyum bangga, aku beralih pada sosok lelaki yang duduk diseberang,
kulakukan hal yang sama pada lelaki itu aku cium punggung tangannya aku peluk
dan kemudian aku cium pipinya yang mulai kempot. Rambut yang mulai memutih kini
semakin terlihat jelas dikepalanya kulitnya yang menghitam karena sengatan sang
mentari, kini semakin legam “bapak”.
Bapakku yang sudah semakin tua meski baru berumur 46 tahun dan ibu yang berumur
40 tahun. Dua perisai dalam hidupku yang selalu memberikan semangat untuk
anaknya yang sedang belajar di Negara orang. ‘ mau pulang kok ndak bilang dulu
sih ndug’ kata ibu “J” aku hanya tersenyum “ sebenarnya aku gak mau
ngabari dulu bu, biar surprise gitu” tukasku dengan ketawa kecil. Di ikuti
ketawa kecil ibu dan juga bapak . kemudian aku salami semua orang yang ada
dirumah sakit itu budeku, ommku, juga tanteku yang masih terbaring lemah diatas
kasur rumah sakit.
“ cewek apa cowok te,?”
“ cewek”
‘ wah…tiga cewek semua’ tante
hanya senyum.
“ lha vika mana kok ndak ada”
‘vika neng omah karo mbak anis “
sahut budekku.
” Lho, gak ikut kesini gak nangis
ta ngko de” ucapku
” gak, wes karo mbak-mbak ew
kok”.
uvhi asyik dengan aktivitasnya
sendiri sebagai anak-anak berlari kesana kesini. Sesekali uvhi mendekat bersandar
manja padaku “ uvhi sak iki kok duwur wes gak gendut” tanyaku dengan manja
“ lak…lak …lak aku sak iki wes
gedhe, yo terus duwur” jawabnya dengan nada polos anak-anak.
“ emm…uvhi kok gak sekolah? “
“ yo..preii nuw”
‘ow…prei ta. Lha mbak tina endi
?”
‘ mbak tina yo nang omah nuw’ .
percakapan singkat dengan adikku yang masih paud. Uvhi kembali berlari-lari
keluar. Kembali pada ibu dan bapak, “ lha po libur ko manthuk kie ?”
“sebenarnya ga libur sih bu, Cuma
udah gak ada kuliah terus ini juga udah minggu tenang mau ujian semester jadi
ya pulang aja” jawabku.
“ lha ujian kok malah manthuk apa
gak sinau”
“Ya, belajar dong. Cuma di
Surabaya gak ada orang, anak-anak juga pada pulang kampung semua lumayan kan
liburan dua minggu dirumah. Daripada di sana gak ada temenya “
“Iki low ka disambi “ sela
budeku menawari kudapan ‘ inggih de’ jawabku.
“ lha mbak siti lah neng rumah sakit wes kaet
kapan de”? tanyaku
‘wes kaet winginane ka,”
‘emm….lumayan wes suwe ya de”
Uvhi kembali masuk dengan
keceriaannya, bersandar manja lagi kepadaku, “ uvhi purun?” aku sodori roti
yang disuguhkan bude tadi. “geleng-geleng’ uvhi.
“ ngko nak wes gak kesel dang manthuk
ae” bisik ibu padaku.
“inggih bu” jawabku.
‘ tina kie neng omah yo ra ngerti nk mbak ika
manthuk dino iki, tina yo lagi diklat osis smp di kedung ombo wes rong dino.
Iki ya wes wayahe mulih tak kon jemput mas herman.” Jelas ibu
“Emm…”
Bapak berjalan keluar menuju
kamar mandi di susul om yang juga keluar ruangan. Sesaat kemudian terdengar
suara ponsel berdering “ kring...kring....kring...kring...”
‘hallo…’ sapa
tante, terdengar suara lelaki tua di seberang
“ iki,
bapak lor “ tante mengernyitkan alisnya kemudian ditutuplah telefon itu.
‘ sopo?’ tanya
budeku dengan penuh harap.
‘ loh bapak
kok telfon emange neng endi buk” tante kembali tanya pada
budeku. Bude berlari keluar sambil sekilas berkata
” tak golek
iw pakmu, ko nak telfon keluarga seng nang karanganyar’.
. Sesaat setelah bude keluar ruang
datanglah seorang perempuan menjumpai tante.” Teman tante” tebakku dalam hati
sambil menikmati kudapan yang disediakan sejak tadi.
“Mbk, temennya siti ya” sapa
ibuku pada perempuan itu.
“ iya” perempuan itu menjawab
sambil memberikan senyuman.
“ gak kerja to mbak?” Tanya
ibuku lagi
“ sudah pulang buk ini.”
Beberapa saat kemudian budeku
masuk ruangan lagi, “ loh ada tamu ta , monggo mbak” sapa budeku pada perempuan
tadi “ senyum dengan menganggukan kepalanya”. Kemudian uvhi masuk ruang “ uvhi,
bapak neng endi ayo diajak manthuk” pintaku pada uvhi adikku.
“bapak neng kono” sambil uvhi
menunjuk kearah luar ruangan
“ayo, ndang digolekki ajak
mantuk” mengangguk seketika berlari keluar
Beberapa saat kemudian aku dan
ibu berpamitan pulang pada bude dan juga tante serta perempuan tadi. “ de, aku
pulang dulu keburu hujan “ izinku sambil bersalaman dengannya. “ iya, hati-hati
ya ndug” aku mengangguk. Aku dan ibu juga adikku uvhi keluar ruangan menuju
parkiran rumah sakit. Lagi-lagi aku pulang bersama pakde sedangkan ibu
berboncengan dengan bapak. Pakde yang sudah tua berjalan dengan kecepatan
sedang, sedangkan bapak sudah melaju kencang didepan sana. Setiba sampai di
pertigaan jalan, lagi-lagi pakde lupa arah “hadehhhh” keluhku dalam hati namun
juga tertawa. “pakde bener-bener sudah pikun.” Ketusku dalam hati lagi.
Liburan minggu tenang ini memang
aku manfaatkan untuk pulang kerumah tercinta. Sejalan adikku juga pada liburan
jadi biar bisa kumpul semua. Dua mingu liburan telah aku lalui bersama mereka
my family, tiba saatnya untukku kembali pada pekerjaanku yah….pekerjaan sebagai
mahasiswi. Pagi hari sebelum pemberangkatan, aku berpamitan terlebih dulu pada
ibu,karena beliau keburu berangkat kerja. “ ku raih tangannya lalu kucium kedua
pipinya” ibu menangis memberatkan kepergianku rasa rindu itu serasa masih
membeku .
:0 J :D J :* J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar