Jumat, 21 Oktober 2016

CERITA KITA BERSAMA DIA, DIA, DAN DIA


Ijasa.kebi/23.33 wib/24.8.2015/ sragen_terkenang puncak mountain of lawu (23.8.2015)

Ketika aku bercengkerama mesra denganmu. Kupalingkan mukaku dari pandangmu dan kulirikan mataku pada yang lain.  Bukan aku takut dia cemburu. Bukan aku menguji perasaanmu. Tetapi karena aku tak kuasa menahan tatapmu. Yang dalam nan meneduhkan. Mengejutkan jantung hati. Caraku menutup muka merah karena tersipu. Bayangan masa depan yang terpantul dari sinar matamu penuh tawaran.

Menjadi tongkat penyangga kaki sehari. Mengajariku untuk tidak mudah percaya pada setiap kata yang diucapkan. Merengkuhku dalam menjamah tubuh yang menawarkan nikmat diujung perjalanan. Mengulum kagum akan pesona secuil syurga dunia. Bersama kita menapakkan jejak yang membekas. Mengukir sejarah antara kita dan tentang dia. Tentang kita yang bersusah payah mencapai puncak. Tentang dia yang senantiasa sabar menahan sakit atas pijakkan kita yang terlalu keras. Tentang dia yang diam-diam kita lukai lewat api yang kita cipta untuk penghangat. Tentang dia yang diam-diam tubuhnya kita tusuk dengan tiang-tiang tenda, sebagai rumah singgah kita. Tentang dia yang diam-diam kita patahkan anggota tubuhnya untuk kita bertahan hidup.
Tentang dia, dia, dan dia. Dia yang menjadi saksi kebersamaan, yang menjadi saksi kebahagiaan, yang menjadi saksi kemesraan. Kita. Tentang dia yang mencari perhatianmu, yang mengulik ketenanganmu, yang menawarkan rasa untukmu, yang mencemburui. Kita. Tentang dia yang telah kau tancapkan namanya dalam dada, yang menjadi prioritasmu, yang menguasai hati dan pikiranmu, yang mungkin adalah calon masa depanmu. Kita. Mungkin sejenak kita menggila bersama dia yang senantiasa tak pernah alpa dalam doa keselamatan kita. Merayu mau untuk terus melaju. Menjamah tubuh meski sudah berpeluh. Rona bibir fajar yang riuh melambai. Meminta kita untuk mencumbui lewat frame. Membingkai indah kebersamaan yang sekejap pudar. Cerita kita tentang dia, dia, dan dia.







Sabtu, 27 Agustus 2016

Aku Memilih Nakal

Terlalu sering tentang menjadi bahan perbincangan. Hingga aku sebenarnya bosan dengan tentang. 16 Mei 2016, 01.30 wib menjadi malam yang katamu sepi. Sebab tidak ada bintang-bintang ataupun rembulan di langit surabaya. Karena bintang penerang itu ada dihadapku sekarang, katamu. Sedang katamu mengapa jalanan ketintang—lidah malam begitu sunyi. Karena yang ramai ada dalam hatiku, katamu. Gejolak mendadak hadir karena aku berada dibelakangmu sibuk memandang punggungmu memegangi saku jaketmu. Sedang makan sekali sehari sudah mengenyangkan karena dihadapku sekarang ada kamu, katamu. Aku tidak memakan sambalnya karena aku tidak suka pedas, kataku makanlah!!!. Sedang katamu aku lebih suka manis. Kelakarmu karena aku sudah manis aku tak mau makan kecap. Ku balas kelakarmu tapi lebih manis cewek yang didepanmu ini, senyumku mengukir. Nasionalisme tak enggan kalah, enggak lah tetap lebih manis aku, katamu. Ku pasang sendu, sedang katamu sudah, gak usah pasang cemberut. Sebab cemberutmu malah menambah indah untuk dipandang, katamu. Habis kataku tuk berucap, diam saja. Membagi senyum. Kau balas senyum, lewat mulut dan matamu yang menghilang karena senyum. Aku merajuk sebab pandangan sosial lebih tajam dari ujung pisau. Kau lempari aku dengan pertanyaan menggelitik, sebelum akhirnya aku jawab “aku memilih nakal” yang berarti aku setuju menjadi pacarmu.  Aku tidak tahu ini terlalu cepat atau terlalu lama tapi aku suka kamu, katamu. Dengarkan pemahaman dariku, mau gak kamu jadi pacarku, katamu. “Aku memilih nakal” kataku. Mata, bibir, hidung hingga bulu matamu tersenyum memandangku.



Disuatu malam dimuka rumah kos-kosan
hari ke-15 dibulan Mei 2016
ijasa.kebi
#C

Senin, 21 Maret 2016

kawan kawan kawan kawan

Semudah menyayangi yang tanpa pamrih. Seandainya. Semudah meminum yang lega, seandainya. Jika menghukum atau bahkan membunuh menjadikanmu mampu merasakan nikmatnya menyayangi dan meminum. Maka bunuhlah. Maka hukumlah. Tetapi tidak dengan cara seperti ini, perlahan namun memakan. Sedikit pun tak tersisakan. Mengerutuklah, asal jangan salahkan jika kerutukmu mengubah keadaan. Ketakutan yang menyakitkan, kecewa yang tak diharap dan dihiraukan. Menjadi tertancap olehnya sebuah pangakuan lain. Pengakuan tanpa penjelasan, tanpa pertanyaan, mendalam. Kepekaan masih menjadi intaian, sedang usaha peka belum memuaskan.

meranggas, rappuh. yang patah tumbuh yang hilang berganti
jangan berdiri didepanku karena aku bukan pengikut yang baik
jangan berdiri dibelakangku karena aku bukan pemimpin yang baik
berdirilah disampingku sebagai kawan
kawan kawan kawan kawan
 (banda neira)

Jika membunuh adalah perbuatan yang kejam, biarkan aku terbunuh. Sedang yang kau paham adalah dari mereka. Tentang tawaran peka yang belum memuaskan.
 salah pengartian, pemanfaatan.


Angkringan Surabaya, ijasa kebi 21.54 21.03.16

Rabu, 13 Januari 2016

Harga Diri Dini Hari



Harga Diri Dini Hari
If_Khebi/22.21 Wib/ 26 Juli 2015/ Sragen_Berua mesra dengan Radio





Merajai hati oleh perasaan sendiri. Mencipta ilusi pemuas diri. Sepersekian jiwa mencari, terbang tinggi. Tak pernah sadar bahwa ia tak pernah suka memakai hak tinggi. Karena ilusi kian menutup mata kaki hingga mata hati. Sakit hati. Pun menjadi caci maki. Terhipno malam oleh penebar mimpi. Ditambah hak tinggi penopang kaki. Hati menjadi-jadi, melayang tinggi. Terburu fajar dini hari terbangun oleh tukang koran pagi. Sensi, karena koran mengenai dahi. Tak sempat memaki, karena mendapati diri terpampang pada majalah khusus dini hari para isteri.

Minggu, 15 November 2015

Saat April Bahagia

Terlalu berharga ketika harus menjatuhkan air mata. terlalu hina untuk menyebutmu kawan. tindakan yang berbicara cukup membuat mengerti dengan jarak yang sebenarnya tidak pernah ada diantara kita. hanya saja
mawar biru itu menyebarkan aroma wanginya, seolah  merasa menatap pada langit yang sama pada hari yang sama pula. menanti mawar hitam yang harapnya mampu membuat hari menjadi kelam. seperti komputer yang meminta untuk diupgrade, otak, mata, kaki, tangan, tingkahnya telah membuat ingin mati sejenak bangun dengan nuansa baru yang harapnya menjadi lebih kelam sekalian atau tumbuh baru dengan warna baru.

"rembulan jatuh dikacamatanya malam ini"

memancar pendar yang membuat bergetar, sesaat gemetar bak halilintar
hanya menanti

Bersemi

Ini bukan tentang berita melainkan cerita, cerita yang semua orang berhak memilikinya.
Ini tentang moment, moment yang semua orang berhak merasakannya. Ini tentang hidup, dimana semua orang berhak untuk hidup. Ini tentang hak, semua mahkluk hidup berhak menuntut haknya. Ini tentang cerita, berita, hidup dan hak. semua terangkum dalam hal yang bernama...

Sikapmu bak air tercampuri darah
Sedikit saja langsung memerah
Tak peduli darah siapapun

Mampu membaca dalam jangkauan
Sebuah anugerah
Terkadang ku tak mampu
membaca mata dan gerikmu

Terbatas
Tergenggam
Terhalang
Ketika rayuan akan menyeru

Aku cukup rindu rayuanku



#JJ, Penghujung April '15


Dari sosok yang tidak bisa sendiri. Kurang bisa bila harus dengan satu wanita disisinya. Yang penuh manja dalam sapanya. Yang disiplin dalam sujud pada-Nya. Pengonsep handal yang memakai sandal. Pemvonis diri mirip artis. Pecinta wanita pembuat gila. Sosok yang membuat geram dengan tingkahnya. Pencemburu yang egois. Pemimpi yang gila pujian. Yang tidak bisa makan ceker ayam. Yang sukanya minta pijit. Petualang muda yang suka tantangan. Penyair ulung, yang selalu untung. Keras kepala yang tidak mau kalah. Kurang mengerti pada rekan kerjanya. 

Selasa, 22 September 2015

Sayap Ke-21 Mu


if_khebi/Angkringan_Surabaya/22.9.15/22.00 wib


           Gelang pertama dari orang pertama yang tidak pernah dekat. Sekadar mengenal dengan tanpa dikenal. Parasnya begitu teduh, sayap pelindung yang teramat sayang. Ketika banyak orang berkata: “hah...mulutnya licin tak bisa dipegang” namun perasaan nyaman yang ditawarkan telah mampu menutupi semua ragu dan gundah karena perbincangan mereka yang seolah tak pernah mengizinkan bahkan memberikan kesempatan untuk dekat lantas mendekat.

 
Ketika aku  belum bisa menjadi kue ulang tahun untukmu
Ketika aku belum bisa menjadi kado sumber bahagiamu
Ketika aku belum bisa menjadi lilin penyengat semangatmu
Semoga tak pernah bosan
Dan semoga lekas sadar akan keagungan
Mungkin terlalu biasa bagimu menerima hadiah, kado dan ucapan
Sedikit membuat kesan dan semoga benar berkesan
Sesederhana dari saya, kini kusampaikan
Terima kasih telah menjadi sayap pelindung
Terima kasih atas kepercayaan
Terima kasih atas pengertian
Terima kasih atas segala yang telah kau “titipkan”
Harapnya semoga itu bukan sekadar omongan tanpa pembuktian
Selamat berulang tanggal dan bulan kepada sosok yang senantiasa mengagungkan dirinya sebagai sayap pelindung
Selamat bersua dengan umur barumu
Semoga segala yang kau cita segera tercipta
Selamat berulang 17 Agustus 2015
Tetap jadi dirimu sendiri dan cintailah perbedaan
Selamat malam dan beristirahat
Wahai Sayap pelindung