Ijasa.kebi/23.33
wib/24.8.2015/ sragen_terkenang puncak mountain of lawu (23.8.2015)
Ketika
aku bercengkerama mesra denganmu. Kupalingkan mukaku dari pandangmu dan
kulirikan mataku pada yang lain. Bukan
aku takut dia cemburu. Bukan aku menguji perasaanmu. Tetapi karena aku tak
kuasa menahan tatapmu. Yang dalam nan meneduhkan. Mengejutkan jantung hati.
Caraku menutup muka merah karena tersipu. Bayangan masa depan yang terpantul
dari sinar matamu penuh tawaran.
Menjadi
tongkat penyangga kaki sehari. Mengajariku untuk tidak mudah percaya pada
setiap kata yang diucapkan. Merengkuhku dalam menjamah tubuh yang menawarkan
nikmat diujung perjalanan. Mengulum kagum akan pesona secuil syurga dunia.
Bersama kita menapakkan jejak yang membekas. Mengukir sejarah antara kita dan
tentang dia. Tentang kita yang bersusah payah mencapai puncak. Tentang dia yang
senantiasa sabar menahan sakit atas pijakkan kita yang terlalu keras. Tentang
dia yang diam-diam kita lukai lewat api yang kita cipta untuk penghangat.
Tentang dia yang diam-diam tubuhnya kita tusuk dengan tiang-tiang tenda,
sebagai rumah singgah kita. Tentang dia yang diam-diam kita patahkan anggota
tubuhnya untuk kita bertahan hidup.
Tentang
dia, dia, dan dia. Dia yang menjadi saksi kebersamaan, yang menjadi saksi
kebahagiaan, yang menjadi saksi kemesraan. Kita. Tentang dia yang mencari
perhatianmu, yang mengulik ketenanganmu, yang menawarkan rasa untukmu, yang
mencemburui. Kita. Tentang dia yang telah kau tancapkan namanya dalam dada,
yang menjadi prioritasmu, yang menguasai hati dan pikiranmu, yang mungkin
adalah calon masa depanmu. Kita. Mungkin sejenak kita menggila bersama dia yang
senantiasa tak pernah alpa dalam doa keselamatan kita. Merayu mau untuk terus
melaju. Menjamah tubuh meski sudah berpeluh. Rona bibir fajar yang riuh
melambai. Meminta kita untuk mencumbui lewat frame. Membingkai indah
kebersamaan yang sekejap pudar. Cerita kita tentang dia, dia, dan dia.