Sabtu, 27 Agustus 2016

Aku Memilih Nakal

Terlalu sering tentang menjadi bahan perbincangan. Hingga aku sebenarnya bosan dengan tentang. 16 Mei 2016, 01.30 wib menjadi malam yang katamu sepi. Sebab tidak ada bintang-bintang ataupun rembulan di langit surabaya. Karena bintang penerang itu ada dihadapku sekarang, katamu. Sedang katamu mengapa jalanan ketintang—lidah malam begitu sunyi. Karena yang ramai ada dalam hatiku, katamu. Gejolak mendadak hadir karena aku berada dibelakangmu sibuk memandang punggungmu memegangi saku jaketmu. Sedang makan sekali sehari sudah mengenyangkan karena dihadapku sekarang ada kamu, katamu. Aku tidak memakan sambalnya karena aku tidak suka pedas, kataku makanlah!!!. Sedang katamu aku lebih suka manis. Kelakarmu karena aku sudah manis aku tak mau makan kecap. Ku balas kelakarmu tapi lebih manis cewek yang didepanmu ini, senyumku mengukir. Nasionalisme tak enggan kalah, enggak lah tetap lebih manis aku, katamu. Ku pasang sendu, sedang katamu sudah, gak usah pasang cemberut. Sebab cemberutmu malah menambah indah untuk dipandang, katamu. Habis kataku tuk berucap, diam saja. Membagi senyum. Kau balas senyum, lewat mulut dan matamu yang menghilang karena senyum. Aku merajuk sebab pandangan sosial lebih tajam dari ujung pisau. Kau lempari aku dengan pertanyaan menggelitik, sebelum akhirnya aku jawab “aku memilih nakal” yang berarti aku setuju menjadi pacarmu.  Aku tidak tahu ini terlalu cepat atau terlalu lama tapi aku suka kamu, katamu. Dengarkan pemahaman dariku, mau gak kamu jadi pacarku, katamu. “Aku memilih nakal” kataku. Mata, bibir, hidung hingga bulu matamu tersenyum memandangku.



Disuatu malam dimuka rumah kos-kosan
hari ke-15 dibulan Mei 2016
ijasa.kebi
#C

2 komentar: